Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan dari Ancaman Sekutu dan Belanda
Perjuangan
Mempertahankan Kemerdekaan dari Ancaman Sekutu dan Belanda
A. Bentuk-Bentuk dan Strategi Menghadapi Sekutu
Pada saat Indonesia tengah mempersiapkan kelengkapan negara da mengahadapi semu permasalahan dalam mendirikan sebuah negara, Indonesia dihadapkan dengan kedatangan tentara Sekutu. Sebulan setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan, tentaa sekutu tiba di Indonesia. Kedatangan mereka yang turut diboncengi oleh NICA (Belanda) memicu revolusi nasional di berbagai daerah.
1. Kedatangan Tentara Sekutu
Gambar 1.1 Sir Philip Christison |
a. Menerima penyerahan kekuasaan dari tangan Jepang
b. Melucuto dan mengumpulkan orang-orang Jepang untuk untuk kemudian dipulanngkan
ke negaeanya.
c. Menegakkan dan mempertahankan keadaan damai untuk diserahkan kepada pemerintah sipil
d. Menghimpun keterangan tentang para pelaku kejahatan perang, kemudian dituntut sesuai
dengan hukum
Kedatangan tentara sSekutu pada mulanya disambut baik oleh rakyat Indonesia. Namun, kedatangannya yang turut diboncengin oleh tentara NICA (Netherland Indies Civil Administration) yang maksud menjajah kembali Indonesia membuat rakyat indonesia berubah sikap.
2. Revolusi Nasional (Perjuangan Bersenjata)
Walau pihak Sekutu mengakui Republik Indonesia secara de facto, tapi pada kenyataan tentara Sekutu dan NICA melakukan teror, intimidas, dan pengacuan di berbagai daerah. Sikap mereka yang tidak sewenang-wenang memicu terjadinya perlawanan atau revolusi nasional antara lain sebagai berikut :
a. Pertempuran Surabaya
Gambar 1.2 Brigadir Jenderal Mallaby |
Gambar 1.3 Gedung Internatio |
Pertempuran berlangsung hingga tanggal 30 September 1945. Komandan pasukan Sekutu kemudian meminta kepada Presiden Sukarno untuk meredakan ketegangan. Presiden Sukarno, Wakil Presiden Muh. Hatta, dan Perdana Menteri Sutan Syahrir kemudian datang ke Surabaya untuk meredakan rakyat atas permintaan komandan tentara Sekutu. Perdamaian berhasil dicapai, tetapi setelah para pemimpin Indonesia itu kembali ke Jakarta, pertempuran kembali meletus dan mengakibatkan Mallaby terbunuh.
Sumber Revolusi Nasional Indonesia Gambar 1.4 Mobil Brigadir Mallaby yang terbakar |
Peristiwa terbunuhnya Mallaby menimbulkan kemarahan tentara Sekutu. Mereka kemudian mendatangkan satu divisi tentara Sekutu di bawah pimpinan Mayor Jenderal Mansergh dengan junlah anggota sebanyak 24.000 orang. Pada tanggal 9 November 1945, Inggris mengeluarkan ultimantum bahwa mereka akan mengadakan serangan melalui darat, laut, dan udara, apabila rakyat menaanti perintah komandan tentara Sekutu. Bunyi ultimantum tersebut sebagai berikut :"... bahwa semua pemimpin bangsa Indonesia di Surabaya harus datan ke tempat-tempat yang telah ditentukan dengan meletakkan tangan di ataas kepala dan menandatangani dokumen menyerah tanpa syarat yang telah disediakan. Bagi para pemuda yang bersenjata diharuskan menyerahkan senjatanya dengan berbaris dan membawa bendera putih. Mereka harus datang selambat-lambatnya pukul 06.00 10 November 1945".
Gambar 1.5Bung Tomo mengobarkan semangat kepada rakyat Surabaya utk mempertahankan Surabaaya melalui Radio Pemberontakan. |
b. Pertempuran Ambarawa
Pertempuran di Ambarawa terjadi pada tanggal 20 November 1945 hingga tanggal 15 Desember 1945. Pertempuran Ambarawa dilatarbelakangi oleh insiden di Magelang. Setelah Brigade Artileri dari Divisi India 23 mendarat di Semarang pada tanggal 20 Oktober 1945, mereka membantu dan mempersenjatai para bekas tawanan. Tindakan itu kemudian menyebabkan pecahnya pertempuran hebat antara TKR dan pasukan Sekutu. Pertempuran baru terhenti setelah Presiden Sukarno dan Brigadir Jenderal Bethel datang di Magelang pada tanggal 2 November 1945.
Sumber : Dokumen Penerbit Gambar 1.6Monumen palagan ambarawa |
Persetujuan gencatan senjata akhirnya dapat dicapai dan dituangkan dalam 12 pasal di antaranya yang terpenting adalah sebagai berikut:
1) Pasukan Sekutu dalam jumlah terbatas akan tetap ditempatkan di Magelang untuk melindungi dan mengurus evakuasi Allied Prisoners War and Interneers (APWI) atau tawanan perang dan interniran Sekutu2) Jalan raya yang menghubungkan Magelang dan Ambarawa terbuka sebagai jalur lalu lintas bagi Indonesia dan Sekutu.
3) Sekutu tidak boleh mengakui aktivitas NICA di daerah itu.
Perjanjian ini ternyata diingkari oleh pihak Sekutu, maka pada tanggal 20 November 1945 pecah perang dahsyat, antara pihak Sekutu dengan TKR di bawah pimpinan Mayor Sumarto. Dalam pertempuran tanggal 26 November 1945 Komandan pasukan dari Purwokerto yaitu Letnan Kolonel Isdiman gugur. Sejak itu Kolonel Sudirman yang saat itu menjabat sebagai Panglima Divisi Purwokerto mengambil alih ppimpinan pasukan.
Pada tanggal 12 Desember 1945 jam 04.30, pasukan-pasukan TKR mengadakan serangan dari berbagai sektor dan berhasio mengepung musuh yang bertahan di dalam kota. Pusat kekuatan musuh berada di Benteng Willem yang terletak di tengah-tengah Kota Ambarawa. Tentara Sekutu kemudian menghentikan pertempuran dan terpaksa meninggalkan Ambarawa dan mundur ke Semarang pada tanggal 15 Desember 1945.
Pertempuran Ambarawa yang kemudian terkenal dengan Palagan Ambarawa berakhir. Kolonel Sudirman dikenal sebagai Pahlawan Palagan Ambarawa karena keahliannya dalam menyusun strategi melumpuhkan perlawanan Sekutu. Tanggal 15 Desember kemudian diperingati setiap tahun sebagai hari juang TNI AD.
c. Pertemburan Karawang-Bekasi
Pendaratan tentara Sekutu bersama NICA terjadi pada bulan September 1945 di Tanjung Priok. Sejak kedatangannya, mereka membuat teror dan tekanan-tekanan terhadap rakyat dan pemerintahan di Jakarta. Pertempuran pun berakhir meletus dan meluas ke daerah Karawang-Bekasi yang berlangsung pada tanggal 19 Desember 1945. Serangan-serangan tersebut menyebabkan Presden dan Wakil Presiden serta para pemimpin lannya mengambil keputusan hijrah ke Yogyakarta.
d. Pertempuran Medan Area
Tentara Sekutu di bawah pimpinan Brigadir Jenderal T.E.D Kelly mendarat di daerah tanggal 9 November 1945. Kedatangan mereka semula diterima baik oleh pemerintah daerah dengan menempatkan mereka di beberapa hotel, seperti Hotel de Boer, Grand Hotel, dan Astorial Hotel,. sebagian lagi ditempatkan di Binjai dan Tanjung Lapangan.
Insiden Pertama terjadi di Jalan Bali Medan. Berawal dari Ulah seorang penghuni hotel yang merampas dan menginjak0injak lencana Merah Putih. Akibatnya para pemuda menyerbu hotel dan merusaknya. Dalam insiden itu kurang lebih 9 rang mengalami luka berat yang kebanyakan terdiri dari orang-orang Belanda. Insiden itu kemudian menjalar ke daerah-daerah lain, seperti Pematang Siantar, Brastagi, dan lain-lain. Pasukan TKR yang sebelumnya telah terbentuk pada tanggal 10 Oktober 1945 di bawah pimpinan Ahmad Taher mengadakan pemberontakan diperkuat dengan bekas Giyugum dan Heiho dari seluruh Sumatra Barat.
Pimpinan tentara Sekutu di Sumatra Barat yaitu Brigadir Jenderal T.E.D Kelly juga mengeluarkan ultimatum agar rakyat Indonesia menyerahkan senjatanya kepada Sekutu. Ultimatum itu tidak diindahkan oleh seorang pun. Bahkan sebailiknya menimbulkan sikap permusuhan terhadap Sekutu dan NICA Belanda. Para pemuda kemudian membentuk satu komando yang nama Komando Resimen Laskar Rakyat Medan menentang Sekutu dan NICA Belanda di Sumatra Utara dan sekitarnya.
e.) Peristiwa Bandung Lautan Api
Sejak pertengahan bulan Oktober 1945 tentara Sekutu memasuki Kota Bandung. Semangat juang para pemuda Jawa Barat yang tergabung dalam TKR, laskar-laskar perjuangan, dan rakyat kemudian membulatkan tekad untuk mengadakan perlawanan. Kota Bandung akhirnya terbagi dua. Bandung Utara diduduki oleh tentara Sekutu, Bandung Selatan oleh Republik. Pembagian Kota Bandung ini sesuai dengan garis politik diplomasi yang ditempuh kedua belah pihak. Namun karena pihak Sekutu kemudian menuntut pengosongan sejauh sebelas kilometer dari Bandung Selatan. untuk menghindari penderitaan rakyat dan kehancuran kota Bandung, maka Pemerintah RI menyetujui untuk melaksanakan pengosongan kota Bandung.
Pada tanggal 24 Maret 1946 kolonel Abdul Haris Nasution sebagai Komandan Divisi III Siliwangi menginstruksi rakyat untuk mengungsi. Malam harinya bangunan-bangunan penting muli dibakar dan ditinggalkan oleh warganya yang mengungsi ke luar kota. Bandung menjadi lautan api dari batas timur di CIcadas sampai batas barat di Andir.
Sumber : 30Tahun Indonesia Merdeka Gambar 1.7 Kolonel Abdul Haris Nasution, Komandan Divisi III Siliwangi |
Warga mengungsi dengan membawa barang seadanya, sebagian mengatur perjalanan pengungsian, sebagian menyelamatkan dokumen-dokumen kota. Sebagian lagi membakar gedung-gedung penting, meledakkan bangunan-bangunan besar, bahksn menghancurkan instalasi militer, salah satunya gudang
mesiu yang diledakkan oleh Mohammad Toha yang gugur bersama ledakkan.
Periatiwa terbakarnya kota Bandung kemudian diabadikan dalalm sebuah lagu"Hallo-Hallo Bandung"" yang hingga sekarang menjadi salah satu lagu perjuangan dalam usaha mempertahankan kemerdeakan.
f. Pertempuran Margarana
Pada tanggal 2 dan 3 maret 1946 Belanda mendarat kurang lebih 200 orang tentaranya di Bali. Pada saat Belanda mendarat di Bali, Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai sedang berada di Yogyakarta.
Sumber : Poster Pahlawan Gambar 1. 8 I Gusti Ngurah Rai, Pemimpin yang gugur dalam pertempuran di Margarana |
Setelah kembali dai Yogyakarta, beliau mendapati pasukannya tercerai-berai. Selain itu, situasi politik juga tidak menguntungkan Bali. Sesuai dengan Persetujuan Linggarjati, Bali tidak termasuk bagian dari Republik Indonesia. Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai pun di bujuk oleh Belanda agar mau bekerja sama, tetai ditolaknya dengan tegas.
Setelah merasa kekuatan pasukannya cukup, Ngurah Rai mengadakan penyerangan terhadap Belanda di Tabanan. Serangan itu berhasil. Satu detasemen polisi lengkap dengan senjatanya ditawan. Belanda kemudian mengerahkan seluruh kekuatan di Bali dan Lombok untuk menggempur pasukan Ngurah Rai. Kekuatan yang tidak seimbang menyebabkan I Gusti Ngurah Rai dapat dikalahkan dalam pertempuran puputan di Margarana sebelah utara Tabanan. Dalam peristiwa itu Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai gugur bersama anggota pasukannya.
g. Pertempuran Lima Hari Lima Malam di Palembang
Pada tanggal 12 Oktober 1945, pasukan Sekutu bersama tentara NICA mendarat di Palembang di bawh pimpinan Letnan Kolonel Carmichael. kedatangan mereka disambut baik oleh pemerintah setempat dan ditempatkan di Daerah Talang Semut. Namun, secara diam-diam Sekutu memperluas daerahnya dan terus menambah jumlah pasukannya. Juga Sekutu menyerahkan daerah-daerah yang didudukinya kepada NICA Belanda.
Pada tanggal 1 Januari 1047, pertempuran besar meletus. Para pejuang mengadakan perlawanan yang gigih. Sebuah kapal pemburu dan sejumlah perahu motor berhasil ditenggelamkan di Sungai Musi, Stasiun Radio di Talang Betutu dan sejumlah tank juga berhasil dihancurkan. Pertempuran berakhir pada tanggal 6 Januari 1947, setelah para pemimpin kedua belah pihak mengadakan perundingan.
h. Peristiwa Merah Putih di Manado
Pada bulan September 1945, tentara Sekutu yang berasal dari Australia mendarat di Sulawesi Utara. Mereka diboncengi oleh tentara NICA. Mereka membebaskan dan mempersenjatai pasukan KNIL(Pasukan Kerajaan/Hindia Belanda) yang sebelumnya ditawan Jepang. Pasukan itu dikenal sebagai Tangsi Putih. Tentara Sekutu kemudian menyerahkan kekuasaan kepada tentara NICA pada bulan Desember 1945. Tentara NICA kemudia melakukan penangkapan terhadap tokoh-tokoh RI. Tindakan ini mendapat reaksi dari rakyat dan mantan anggota KNIL orang Indonesia (disebut Tansi Hitam).
Sumber : id.wikipedia.org Gambar 1.9 Sam Ratulangi |
Pada tanggal 14 Februari 1945, laskar rakyat dan mantan anggota Tangsi Hitam berhasil merebut kekuasaan pemerintahan di Manado, tomohon, dan Minahasa.Para pejabat dan orang Belanda lainnya ditawan. Mereka mengatakan bahwa kekuasaan di Manado telah erada di tangan bangsa Indonesia melalui selebaran tanggal 16 Februari 1945.
Bendera Merah Putih berkibar di seluruh Manado selama satu bulan. Dr.Sam Ratulangi diangkat sebagai Gubernur Sulawesi. Ia bersama 540 pemuka masyarakat Manado kemudian membuat petisi kepada pemerintah pusat yang menyatakan bahwa seluruh Sulawesi merupakan bagian dari Republik Indonesia.
B. Bentuk-Bentuk dan Strategi Menghadapi Belanda
Pengorbanan dan perjuangan bersenjata yang diperlihatkan bangsa Indonesia di berbagai daerah, akhirnya menyadarkan pihak Sekutu bahwa mereka tidak boleh mengabaikannya. Dengan alasan itu Panglima AFNEI Letnan Jenderal Sir Philip Christison memprakarsai diadakannya perundingan Indonesia-Belanda. p\Prakarsa itu ternyata mendapat tanggapan baik dari kedua belah pihak.
1. Perundingan-Perundingan Permulaan Indonesia-Belanda
Ketergantungan Belanda kepada pemerintah Inggris menyebabkan Belanda terpaksa memenuhi anjuran Inggris untuk mengadakan perundingan. Pemerintah Inggris segera mengirim Sir Archibald Clark Kerr ke Indonesia yang selanjutnya bertindak sebagai penengah dalam perundingan-perundingan Indonesia-Belanda.
Perundingan antara Indonesia dengan Belanda dimulai pada tanggal 10 Februari 1946. Dalam perundingan itu delegrasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir, delegrasi Belanda dipimpin oleh Sir Archibald clark Kerr. Pertemuan yang diadakan di Jakarta itu ternyata tidak membuahkan hasil karena masing-masing pihak tetap pada pendiriannya.
Sumber : 30Tahun Indonesia Merdeka Gambar 1.10 Sir Archibald Clark Kerr sebagai penengah dalam perundingan Indonesia-Belanda |
a. Indonesia akan ijadikan sebagai negara commonwealth berbentuk federasi yang memiliki pemerintahan sendiri (self government) dalam lingkungan Kerajaan Belanda.
b. Masalah-masalah dalam negeri negara Indonesia diurus oleh pihak Indonesia, sedangkan masalah-masalah luar negeri diurus oleh pihak Belanda.
c. Sebelum negera commonwealth dibentuk, terlebih dahulu akan membentuk pemerintahan peralihan yang berjangka waktu 10 tahun.
d. Indonesia akan dimasukkan sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa
Pihak Indonesia secara tegas menolak pernyataan van Mook dengan berpegang pendirian bahwa Indonesia harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh ataas wilayah bekas jajahan Belanda. Pada tanggal 12 Maret 1946, pemerintah Republik Indonesia menyerahkan pernyatan balasan isinya sebagai berikut :
a. Negara Republik Indonesia harus diakui sebagai negara yang berdaulat penuh atas wilayah bekas jajahan Hindia Belanda.
b. Pinjaman-pinjaman Belanda sebelum tanggal 8 Maret 1942 menjadi tanggung jawab pemerintah Republik Indonesia.
c. federas Indonesia-Belanda akan dilaksanakan dalam masa tertentu dan mengenai urusan luar negeri dan pertahanan diserahkan kepada suatu badan federasi yang terdiri dari orang-orang Indonesia dan Belanda.
d. Tentara Belanda segera ditarik dari Indonesia dan jika perlu diganti oleh Tentara Republik Indonesia.
e. Selama perundingan berlangsung, semua aksi militer harus dihentikan dn pihak Republik Indonesia akan melakukan pengawasan terhadapa pengungsian tawan-tawan Belanda dan interniran lainnya.
Sekalipun perundingan di Jakarta ini mengalami kegagalan, tetapi pertemuan ini telah mensejajarkan Republik Indonesia, Belanda, dan Inggris di meja perundingan yang kemudian menjadi dasar perundinganperundingan selanjutnya. Perundingan selanjutnya diadakan di Hoge Veluwe(Belanda) yang berlangsung pada tanggal 14-24 April 1946. Perundingan inipun mengalami kegagalan.
Dalam perundingan ini delegrasi Belanda dipimpin oleh Dr.H.J. van Mook, sedangkan delegrasi Indonesia dipimpin Mr.A.K. Pringgodigdo dan Dr. Sudarsono. Dari pihak Inggris Sir Archibald Clark Kerr sebagai penengah. Pihak Republik Indonesia dalam perundingan ini menuntut adanya pengakuan secara de facto atas Pulau Jawa, Madura, dan Sumatra. Sebaliknya pihak Belanda hanya mau mengakui wilayah de facto Republik Indonesia atas Pulau Jawa dan Mandura saja. Pihak Belanda tetap menginginkan Republik Indonesia menjadi bagian dai Kerajaan Belanda dalam bentuk Uni Indonesia-Belanda.
Lord Killearn, seorang diplomat untuk Asia Tenggara akhirnya berhasil membujuk kedua belah pihak yang ditikai. Perundingan kemudian diadakan di rumah Konsul Jenderal Inggris di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 1946. dalam perundingan ini delegrasi Indonesia dipimpin oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir, sedangkan pihak Belanda dipimpin oleh Prof. Schermerhorn.
Perundingan ini berhasil mengambil tiga keputusan penting, yaitu
a. Segera diadakan gencatan senjata antaara Republik Indonesia dengan Belanda,
b. Membentuk Komisi Bersama Gencatan Senjata untuk menangani masalah pelaksanaan gencatan senjata,dan
c. Republik Indonesia harus segera mengadakan perundingan perundingan politik.
2. Perundingan Linggajati
Sumber : 30Tahun Indonesia Merdeka Gambar 1.11 Para anggota delegrasi pada Perundingan Linggajati |
Republik Indonesia dan Belanda kembali mengadakan perundingan di Linggajati. Perundingan ini dipimpin oleh Lord Killearn, diplomat Inggris yang menaruh perhatian besar dalam penyelesaian konflik Indonesia-Belanda.
Dalam Perundingan Linggajati, delegrasi indonesia dipimpinoleh Perdana Menteri Sutan syahrir dan anggotanya antara lain. Presiden Sukarno, Wakil Presiden Drs. Muh. Hatta, Dr. Leimena, Dr.A.K. Gani, Mr.Muh. Roem, Mr. Amir Syarifuddin, dan Mr. Ali Budiarjo. Dari pihak Belanda dipimpin oleh van Mook dengan anggotanya antara lain Mr. van Pool dan E.De Boer.
Pada tanggal 15 November 1946 perundingan mencapai perssetujuan yang terdiri dari 17 pasal antara lain sebagai berikut :
a. belanda mengakui secara de facto Republik Indonesia atas wilayah Sumatra, Jawa, dan Madura. Belanda segera menarik mundur tentaranya dari daerah-daerah itu paling lambat 1 Januari 1949.
b. Republik Indonesia dan Belanda akan bekerja sama membentuk negara Indonesia Serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat yang salah satu negara bagiannya adalah Republik Indonesia.
c. Republik Indonesia Serikat dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuannya.
Persetujuan Linggajati ditandatangani di Instana Risjwijk (Istana Merek) pada tanggal 25 Maret 1947. Tokoh-tokoh dari Republik Indonesia yang turut menandatangani antara lain Sutan Syahrir, Mr. Muh. Roem, Mr. Susanto Tirtoprodjo, dan Dr. A.K. Gani. Sedangkan dari pihak Belanda adalah Prof. Schemerhorn, DR. H.J. van Mook, dan van Poll. Akibat pro dan kontra terhadap Persetujuan Linggajati, Kabinet Syahrir mulai goyah.
Pemerintah Republik Indonesia yang dilanda kekacauan, dimanfaatkan oleh van Mook untuk membentuk boneka Pasundan dengan kepala negaranya Surya Kertalegawa dan Negara Kalimantan Barat dengan Sultan hamid II sebagai kepala negara-negara boneka lainnya. Usaha dari van Mook membentuk negara-negara boneka itu tidak lain untuk memecah belah bangsa Indonesia.
3. Agresi Militer Belanda I
Hasil Persetujuan Linggajati menimbulkan perbedaan penafsiran. Belanda berpendapat bahwa sebelum terbentuknya negara Republik Indonesia Sserikat, hanya Belanda yang berkuasa penuh di seluruh Indonesia. Sebaliknya pihak pemerintah Indonesia berpendapat bahwaa sebelum negara Indonesia Serikat terbentuk, kedudukan de facto Negara Republik Indoensia tidak berubah.
Belanda menggunakan segala cara untuk melemahkan Republik Indonesia. Secara terang-terangan Persetujuan Linggajati dilanggar oleh Belanda dengan mengadakan berbagai serangan di daerah-daerah dengan alasan aksi polisonal. MEreka menggap para pejuang Indonesia adalah kaum ekstrimis yang membangakng pada pemerintah kolonial Belanda. Selain itu, Belanda terus membentuk negara-negara boneka untuk memecah belah persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
Aksi polisional yang dilancarkan oleh tentara Belanda dianggap oleh pihak Indonesia sebagai agresi militer terhadap kedaulatan wilayah Republik Indonesia. Akibat ekonomi dan keuangan negara Belanda yang semakin kacau, pemerintah Belanda berkeinginan untuk segera menyelesaikan maslah Indonesia. Oleh karenaitu, pada tanggal 27 Mei 1947, BElanda mengirim nota ultimatum kepada pemerintah Indonesia yang harus dijawab selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari.
Isi nota ultimatum itu sebagai berikut :
a. Republik Indonesia-Belanda membentuk pemerintahan ada interim bersama.
b. Republik Indonesia-Belanda mengeluarkan maata uang bersama dan membentuk lembaga devisa bersama.
c. Pemerintah Indonesia harus mengirim beras kepada rakyat yang daerahnya diduduki Belanda.
d. Menyelenggarakan gendarmerie bersama atau keamanan bersama termasuk daerah-daerah Republik Indonesia yang membutuhkan.
e. Republik Indonesia dan Belanda menyelenggarakan pengawasan bersama atas ekspor dan impot.
Ultimatum ini dijawab oleh Perdana Menteri Sutan Syahrir yang mengatakan bersedia mengakui kedaultan Belanda saelama masa peralihan, tetapi menolak gendarmerie bersama. Jawaban Perdana Menteri Sutan Syahrir ini mendapat reaksi keras dari tokoh-tokoh partai politik, yang mengakibatkan jatuhnya Kabinet Syahrir pada tanggal 27 Juni 1947. Selain Jawaban tersebut, hasil dari Persetujuan Linggajati juga mempengaruhi kabinet.
Kabinet baru yang kemudian terbentuk adalah Kabinet Amir Syarifuddin pada tanggal 3 Juli 1947. Pada tanggal 15 Juli 1947, Belanda mengirim lagi nota ultimatum kepada pemerintah Indonesia dengan ancaman bila dalam 32 jam pihak Republik Indonesia tidak memberi jawaban, maka Belanda akan melancarkan serangan besar-besaran.
Pada tanggal 17 Juli 1947 pemerintah Indonesia melalui Perdan Menteri Amir Syarifuddin menjawab nota ultimatum Belanda, melalui RRI Yogyakarta. Jawaban pemerintah Indonesia adalah menolak ultimatum Belanda tersebut. Sebagai reaksi atas jawaban pemerintah Indonesia, maka Belanda pada tanggal 21 Juli 1947 melancarkan serangan besar-besaran terhadap daerah-daerah Republik Indonesia. TNI kemudian mengahadapinya dengan perang gerilya. Serangan militer Belanda yang dilancarkan itu kemudian dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I.
Sumber : Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia Gambar 1.12 Gerak tentara Belanda di Jawa pada Agresi Belanda Militer Belanda I |
Agresi terbuka yang dilancarkan Belanda menimbulkan reaksi hebat dari berbagai bangsa.Pada tanggal 30 Juli 1947 pemerintah India dan Australia mengajukan permintaan secara resmi kepada Dewan Keaman Perserikatan Bangsa-bangsa ( DK PBB) agar masalah Indonesia segera dimasukan ke dalam daftar acara DK PBB. Permintaan itu diterima baik pada tanggal 1 Agustus 1947. Dewan Keamanan PBB memerintahkan penghentian tembak-menembak bagi kdua belah pihak yang sudah harus berlaku pada tanggal 4 Agustus 1947. Pada tanggal 14 Agustus 1947 DK PBB mengadakan sidang untuk membahas masalah Republik Indonesia-Belanda. Urusan Republik Indonesia pada sidang itu adalah H. Agus Salim, Dr. Sumitro Joyohadikusumo, Sujatmoko, Charles Thambun, dan sebagai ketua adalah Sutan Syahrir.
4. Komisi Tiga Negara
Dewan Keamanan PBB kemudian membentuk sebuah Komisi Konsuler yang beranggotakan beberapa Konsul Jenderal Indonesia untuk mengawasi jalannya gencatan senjata. Belanda tetap mengadakan serangan-serangan dan berusaha menduduki wilayah-wilayah Republik Indonesia. Batas terakhir dari wilayah-wilayah yang dikuasainya selama gencatan senjata, ditetapkan BElanda sebagai garis demarkasi artinya garis khayal yang memisahkan daerah-daerah yang dikuasai Belanda dengan daerah Republik Indonesia. Garis demarkasi ini kemudian dikenal dengan sebutan Garis van Mook.
Gambar 1.13 Richard Kirby |
Pelanggaran pihak Belanda atas gencatan senjata, kemudian dilaporkan oleh Komisi Konsuler kepada DK PBB. Deawan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa kemudian memanggil kembali wakil-wakil dari kedua belah pihak yang bertikai untuk mengadakan peruningan. Dalam Perundingan itu Indonesia dengan tegas menolak garis demarkasi yang dipaksakan oleh pihak Belanda. Dalam perdebatan itu Amerika Serikat mengusulkan agar sebaiknya dibentuk suatu Komisi Jasa-Jasa Baik untuk membantu menyelesaikan pertikaian. Usul Amerika Serikat itu diterima baik oleh DK PBB yang kemudian memberikan kesempatan kepada kedua belah pihak untuk memilih sendiri satu negara sebagai wakilnya.
Gambar 1.14 Paul van Zeelland |
Indonesia kemudian memilih Australia, Belanda memilih Belgia, dan kedua negara menetapkan Amerika sebagai penengah. Dengan demikian, terbentuklah Komisi Jasa-Jasa Baik yang kemudian terkenal dengan nama Komisi Tiga Negara (KTN). Dalam Komisi Tiga Negara ini Australia diwakili oleh Richard Kirby, Belgia diwakili oleh Paul Van Zeeland, dan Amerika diwakili oleh Dr. Frank Graham. Pada tanggal 27 Oktober 1947 wakil-wakil Komisi Tiga Negara telah tiba di Jakarta untuk melaksanakan tugasnya. Dalam masalah militer KTN boleh mengambil inisiatif, tetapi dalam masalah politik KTN hanya boleh memberikan usul-usul dan tidak mempunyai hak dalam masalah itu.
Gambar 1.15 Frank Graham |
5. Perundingan Renville
Sumber : 30Tahun Indonesia Merdeka Gambar 1.16 Perundingan Renville antara delegrasi Indonesia dan Belanda |
6. Agresi Militer Belanda II
Belanda masih ingin menguasai Indonesia dengan berbagai cara. Hasil-hasil persetujuan yang telah dicapai diingkari secara sephiak oleh mereka. Bahkan mereka menuduh pihak Indonesia tidak taat terhadap hasil-hasil perundingan. Dari sikap Belanda yang demikian, diduga sewaktu-waktu Belanda yang demikian, diduga sewaktu-waktu Belanda yang akan melancarkan agreasi militernya yang kedua. Oleh karena itu, pemerintahan tidak tinggal diam. Berbagai persiapan dilakukan untuk menghadapi serangan militer pihak Belanda itu.
Belanda akhirnya benar-benar melaksanakan aksi militernya yang kedua. Serangan dimulai pada tanggal 19 Desember 1949 dengan siasat perang kilat. Tentara Belanda secara membabi buta melancarkan serangan dari seluruh front di daerah Republik Indonesia. Pemboman dimulai pada puukul 06.30 dengan sasaran utama Markas Besar Angkatan Darat (MBAD) dan Markas Besar Angkatan Udara (MBAU). Sementara itu pasukan payung Belanda dalam waktu singkat menduduki pospos penting di sekitaar Lapangan Maguwo (sekarang Lanud Adisucipto) dan dengan gerak cepat menduduki ibu kota Yogyakarta yang hanya berjarak sekitar 7 km.
Namun sebelum para pemimpin ditawan Belanda mereka masih sempat mengadakan rapat kilat yang hasilnya sbagai berikut :
a. Memberi kuasa penuh kepada Mr. Syarifuddin Prawirangeara untuk membentuk Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) di Sumatra Barat
b. Kepada Mr. A.A. Maramis, Lambertus Nico Palar, Dan Drs. Sudarsono yang sedang berada di India diberi tugas untuk membentuk PDRI di India bila, Mr. Syarifuddin Prawiranegara gagal membentuk PDRI di daerah Suamtra.
c. Presiden, wakil presiden, serta para petinggi lainnya akan tetap tinggal di ibu kota negara dengan kemungkinan ditawan oleh pihak Belanda, tetapi tetap berdekatan dengan pihak KTN.
Jenderal Spoor sebagai pemimpin tentara Belanda pada waktu itu mengira bila ibu kota negara telah diduduki, maka berakhir pula Negara Republik Indonesia. Ternyata, diluar perhitungannya, kelangsungan pemerintahan Republik Indonesia tetap terpelihara.
Ketika Belanda mengadakan agresi militernya yang kedua, Letnan Jenderal Sudirman sedang dirawat di Rumah Sakit Panti Yogyakarta. beliau segera mengeluarkan perintah agar TNI serta para pejuang agar meningggalkan kota dan menyususn kekuatan di luar kota. Kapten Suparjo Rustam diutus untuk menyampaikan kepada presiden sedangkan Kapten Suwondo ditugaskan untuk menyampaikan Perintah Kilat kepada Angkatan Perang republik Indonesia melalui siaran RRI Yogyakarta TNI serta rakyat meninggalkan kota dan memulai perang gerilya. Pasukan-pasukan TNI yang tadinya ditarik ke daerah-daerah RI sehubungan dengan Perjanjian Renville harus kembali ke daerah masing-masing. Perjalanan kembali Pasukan DIvisi Siliwangi dikenal sebagai Long March Siliwangi.
Hanya dalam waktu sebulan TNI telah berhasil mengkonsolidasikan kekuatan dan mulai mengadakan serangan-serangan secara teratur. Tidak ada lagi pengakuan terhadap garis demarkasi. Front pertempuran justru tersebar di berbagai tempat di seluruh Pulau Jawa dan Sumatra. Penghadangan terhadap konvoi-konvoi Belanda disertai siasat bumi hangus maupun sabotase-sabotase lainnya makin efektif dan berhasil.
Puncak dari serangan terhadap kedudukan dan kekuatan musuh terjadi pada 1 Maret 1949 terhadap ibu kota Yogyakarta. Serrangan pada tanggal 1 Maret 1949 ini ilakukan pada siang hari yang sama sekali di luar dugaan pihak Belanda. Serangan ini berhasil dengan gemilang. Tentara Nasional Indonesia menduduki Kota Yogyakarta selama 6jam, kemudian mereka mengundurkan diri. Perjalanan kekmbali Pasukan Divisi Siliwangi dikenal sebagai Long March Siliwangi.
7. Peranan PDRI sebagai Penjaga Eksistensi Negara Indonesia
Pada saat terjadi Agresi Militer Belanda II, melalui radiogram Presidan Sukarno telah membuat mandat kepada Syarifuddin Prawiranegara untuk membentuk pemerintah darurat di Sumatra. Radiogram sejenis juga disampaikan kepada Mr. maramis dan Dr. Sudarsono yang ada di New Delhi, India. Isinya agar dibentuk oleh Syarifuddin mengalami kegagalan.
Setelah melalui serangkaian pembahasan, pada tanggal 22 Desember 1948 telah terbentuk PDRI(Pemerintahan Darurat Republik Indonesia). PDRI yang dipimppin oleh Syarifuddin Prawiranegara ternyata berhasil memainkan peranan yang penting dalam mempertahankan dan menegakkan pemerintah RI. Peranan PDRI antara lain sebeagi berikut :
a. PDRI dapat berfungi sebagai mandataris kekuasaan pemerintah RI dan berperan sebagai pemerintah pusat.
b. PDRI juga mengatur arus informasi, sehingga mata rantai komunikasi tidak terputus dari daerah yang satu ke daerah yang lain.
c. PDRI juga berhasiil menjalin hubungan dan berbagai tugas dengan perwakilan RI di India. Dari India informasi-informasi tentang keberadaan dan perjuangan bangsa dan negara RI dapat disebarluaskan ke berbagai penjuru. Terbukalah mata dunia mengenai keadaan RI yang sesungguhnya.
Dengan dibentuknya Pemrintahan Darurat Republik Indonesia di Sumatra serta Pemerintahan Militer di Pulau Jawa, roda pemerintahan tetap berputar sekalipun ibu kota negara didudki musuh dan presiden serta para pemimpin lainnya ditawan, tapi Negara Republik Indonesia tetap berdiri.
8. Perundingan Roem-Royen
Agresi Militer Belanda II menimbulkan kecaman dari dunia internasional termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa. Agresi Militer Belanda II juga menimbulkan simpati dari bangsa-bangsa Asia. Atas prakarsa India dan Birma pada tanggal 2 dan 3 Januari 1949 di New Delhi diselenggarakan Konferensi Asia yang dihadiri pula utusan dari Afrika dan Australia. Konferensi New Delhi menghasilkan resolusi mengenai Indonesia yang selanjutnya disampaikan kepada Dewan Keamanan PBB.
Dikeluarkan resolusi oleh Dewan Keamanan PBB, mendorong UNCI berusaha mempertemuakn kedua belah pihak ke meja perundingan. Pada tanggal 28 Februari 1949, Dr. Koest sebagai wakil pemerintah Belanda menemui Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Muh. Hatta di Pulau Bangka. Dalam pertemuan itu pihak Belanda mengundang kedua pemimpin bangsa Indonesia itu untuk menghadiri Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, pada tanggal 12 Maret 1949.
Dalam perundingan, delegrasi Indonesia dipimpin oleh Mr. Muh. Reom, pihak Belanda dipimpin oleh Dr. van Royen. Perundingan dimulai pada tanggal 17 April 1949 di Hotel des Indes (Hotel Duta Merlin) yang dipimpin perundingan yang berlarut0larut maka pada tanggal 7 Mei 1949 tercapai persetujuan yang kemudian dikenal sebagai Persetujuan Roem van Royen atau Roem Royen Statements yang isinya berupa pernyataan-pernyatan dari kedua belah pihak sebagai berikut :
a. Pernyataan dari Delegrasi Republik Indonesia
1) Akan mengeluarkan perintah untuk menghentikan perang gerilya.
2) Bersedia bekerja sama untuk mengembalikan perdamaian serta menjaga ketertiban dan keamanan.
3) Turut serta dalam KMB di Den Haag dengan maksud mempercepat penyerahan kedauatan yang sungguh-sungguh dan lengkap kepada negara Repuublik Indonesia Serikat tanpa syarat.
b. Pernyataan dari Delegrasi Belanda
Sumber: ANRI Gambar 1.17 Suasana dalam Perundingan Roem-Royen |
2) Menjamin penghentian gerakan militer dan menjamin pembebasan semua tahan politik
3) Tidak akan mendirikan atau mengakui negara-negara di daearah yang dikuasia oleh Republik Indonesia sebelum 19 Desember 1948 dan tidak akan meluaskan negara daerah dengan merugikan pihak Republik Indoensia.
4) Mengakui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara Indonesia Serikat.
5) Berusaha dengan sunguh-sungguh agar KMB segera diadakan setelah pemerintah Republik iNdonesia kembali ke Yogyakarta.
Sebagai realisasi dari Persetujuan Roem-Royen dalah sebagai berikut :
a. Belanda Meninggalkan Ibu kota Republik Indonesia Yogyakarta
b. TNI menduduki Kota Yogyakarta.
c. Presiden dan Wakil Presiden serta para pemimpin lainnya kembali dari tempat pengasingan ke ibu kota negara.
d. Pangllima Besar Jenderal Sudirman kembali ke Yogyakarta dari medan geriilya.
e. PDRI mengembalikan mandatnya kepada Pemerintah Republik Indonesia diYogyakarta.
9. Konferensi Inter-Indonesia
Sumber: 30Tahun Indonesia Merdeka Gambar 1.18 Suasana saat Konferensi Inter-indonesia |
Sebagai tindak lanjut dari hasil-hasil Persetujuan Roem-Royen, Pemerintah Republik Indonesia mengadakan persiapan-persiapan untuk menghadapi Konferensi Meja Bundar (KMB) yang akan diadakan di Den Haag, negeri Belanda. Pemerintah Republik Indonesia kemudian mengadakan pendekatan dengan pihak BFO atau Badan Musyawarah Negara-negara Federal. Pendekaatan itu dimaksudkan untuk menciptakan satu front menghadapi Belanda dalam KMB nanti.
Republik Indonesia dan pihak BFO (Bijeenkomst voor Federal Overleg) akhiranya mengadakan pertemuan pada tanggal 19-22 Juli 1949 di Yogyakarta. Pertemuan dilanjutkan kembali tanggal 31 Juli-2 Agustus 1949 di Jakarta. Pembicaraan dalam Konferensi itu hampir seluruhnya mengenai masalah pembentukan Repuublik Indonesia Serikat (RIS), terutama mengenai masalah tata susunan dan hak Pemerintah RIS di satu pihak dan hak negara-negara di pihak lain.
Dalam konferensi ini dibicarakan pula bentuk kerja sama RIS dengan pemerintah Belanda dalam Perserikatan Uni, serta masalah kewajiban RIS dan Belanda sehubungan dengan penyerahan kekuasaan. Keputusan penting lainnya adalah BFO akan menyokong tuntutan Republik Indonesia atas penyerahan kedaulatan tanpa ikatan-ikatan politk atau ekonomi.
Di bidang militer, konferensi memutuskan antara lain sebagai berikut :
a. Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS) adalah Angkatan Perang Nasional.
b. TNI menjadi inti APRIS dan akan menerima orang-orang Indonesia yang ada dalam KNIL, VB (Veilighend Bataljons), dan kesatuan-kesatuan tentara Belanda lainnya dengan syarat-syarat yang ditentukan lebih lanjut.
c. Masalah pertahanan keamanan adalah hak pemerintah RIs. Negara-negara bagian tidak berhak untuk memiliki angkatan perang sendiri
Hal-hal lain yang juga diputuskan adalah sebagai berikut :
a. Tanggal 17 Agustus ditetapkan sebagai Hari Nasional Negara RIS.
b. Bendera Merah Putih ditetapkan sebagai bendera RIS.
c. Lagu Kebangsaan Indonesia Raya menjadi lagu Kebangsaan RIS.
d. Bahasa Indonesia ditetapkan sebagai Bahasa Nasional.
e. Ir. Sukarno ditetapkan sebagai Presiden RIS.
Komentar
Posting Komentar